AHLAN WA SAHLAN

Kami ucapkan selamat kepada anda yang sudah berniat dan bersemangat untuk menambah ilmu agama, selamat datang di area kami yang sederhana ini, anda bisa belanja buku dengan harga terjangkau, mendownload gratis artikel, e-book, rekaman kajian dll. Anda juga di persilakan untuk memberi komentar berupa saran atau kritik yang membangun demi kemajuan blog ini kedepannya
JAZAKUMULLOHU KHOIRON atas kunjungannya


Keagungan puasa romadhon

[1] KEDUDUKAN SHAUM RAMADHAN

“Dan tidaklah hamba-Ku mendekatkan diri kepada dengan suatu amalan yang lebih Aku cintai daripada dengan menunaikan kewajiban yang Aku bebankan kepadanya…”

Kewajiban Bagi Kaum yang Beriman

Allah ta’ala berfirman,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ

“Hai orang-orang yang beriman, telah diwajibkan kepada kalian untuk berpuasa, sebagaimana telah diwajibkan kepada orang-orang sebelum kalian agar kalian bertakwa.” (Qs. Al-Baqarah [2]: 183)

Ibnu Utsaimin rahimahullah mengatakan, “Puasa Ramadhan merupakan salah satu rukun Islam. Inilah kedudukannya (yang mulia) di dalam agama Islam. Hukumnya adalah wajib berdasarkan ijma’/kesepakatan kaum muslimin karena Al-Kitab dan As-Sunnah menunjukkan demikian.” (Syarh Riyadhush Shalihin, 3/380)

Ketika menjelaskan ayat di atas beliau mengatakan, “Allah mengarahkan pembicaraannya (di dalam ayat ini, pen) kepada orang-orang yang beriman. Sebab puasa Ramadhan merupakan bagian dari konsekuensi keimanan. Dan dengan menjalankan puasa Ramadhan akan bertambah sempurna keimanan seseorang. Dan juga karena dengan meninggalkan puasa Ramadhan akan mengurangi keimanan. Para ulama berbeda pendapat mengenai orang yang meninggalkan puasa karena meremehkannya atau malas, apakah dia kafir atau tidak? Namun pendapat yang benar menyatakan bahwa orang ini tidak kafir. Sebab tidaklah seseorang dikafirkan karena meninggalkan salah satu rukun Islam selain dua kalimat syahadat dan shalat.” (Syarh Riyadhush Shalihin, 3/380-381)

Menunaikan kewajiban merupakan ibadah yang sangat utama, karena kewajiban merupakan amalan yang paling dicintai oleh Allah. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda membawakan firman Allah ta’ala (dalam hadits qudsi),

وَمَا تَقَرَّبَ إِلَيَّ عَبْدِي بِشَيْءٍ أَحَبَّ إِلَيَّ مِمَّا افْتَرَضْتُ عَلَيْهِ


“Dan tidaklah hamba-Ku mendekatkan diri kepada dengan suatu amalan yang lebih Aku cintai daripada dengan menunaikan kewajiban yang Aku bebankan kepadanya…” (HR. Bukhari [6502] dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu)

An-Nawawi mengatakan, “Di dalam hadits ini terdapat dalil yang menunjukkan bahwa mengerjakan kewajiban lebih utama daripada mengerjakan amalan yang sunnah.” (Syarh Arba’in li An-Nawawi yang dicetak dalam Ad-Durrah As-Salafiyah, hal. 265)

Syaikh As-Sa’di juga mengatakan, “Di dalam hadits ini terdapat pokok yang sangat agung yaitu kewajiban harus didahulukan sebelum perkara-perkara yang sunnah. Dan ia juga menunjukkan bahwa amal yang wajib itu lebih dicintai Allah dan lebih banyak pahalanya.” (Bahjat Al-Qulub Al-Abrar, hal. 116)

Al-Hafizh mengatakan, “Dari sini dapat dipetik pelajaran bahwasanya menunaikan kewajiban-kewajiban merupakan amal yang paling dicintai oleh Allah.” (Fath Al-Bari, 11/388)

Syaikh Prof. Dr. Ibrahim Ar-Ruhaili hafizhahullah mengatakan, “Amal-amal wajib lebih utama daripada amal-amal sunnah. Menunaikan amal yang wajib lebih dicintai Allah daripada menunaikan amal yang sunnah. Ini merupakan pokok agung dalam ajaran agama yang ditunjukkan oleh dalil-dalil syari’at dan ditetapkan pula oleh para ulama salaf.” Kemudian beliau menyebutkan hadits di atas. Setelah itu beliau mengatakan, “Maka hadits ini memberikan penunjukan yang sangat gamblang bahwa amal-amal wajib lebih mulia dan lebih dicintai Allah daripada amal-amal sunnah.” Kemudian beliau menukil ucapan Al-Hafizh Ibnu Hajar di atas (lihat Tajrid Al-Ittiba’ fi Bayan Tafadhul Al-A’maal, hal. 34)

[2] KEUTAMAAN SHAUM

“Demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, sungguh bau mulut orang yang berpuasa lebih wangi di sisi Allah daripada harumnya minyak kasturi…”

Menghapuskan Dosa-Dosa

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ صَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ

“Barangsiapa yang puasa Ramadhan karena iman dan mengharapkan pahala, akan diampuni dosa-dosanya yang telah lalu.” (HR. Bukhari [38, 1901, 2014] dan Muslim [760] dari sahabat Abu Hurairah radhiyallahu’anhu)

Yang dimaksud dengan iman di sini adalah meyakini wajibnya puasa yang dia lakukan. Sedangkan yang dimaksud dengan mengharapkan pahala/ihtisab adalah keinginan mendapatkan balasan pahala dari Allah ta’ala (Fath Al-Bari, 4/136)

An-Nawawi mengatakan bahwa pendapat yang populer di kalangan para ulama ahli fikih menyatakan bahwa dosa-dosa yang terampuni dengan melakukan puasa Ramadhan itu adalah dosa-dosa kecil bukan dosa-dosa besar (lihat Al-Minhaj, 4/76). Hal itu sebagaimana tercantum dalam hadits Abu Hurairah radhiyallahu’anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

الصَّلَوَاتُ الْخَمْسُ وَالْجُمْعَةُ إِلَى الْجُمْعَةِ وَرَمَضَانُ إِلَى رَمَضَانَ مُكَفِّرَاتٌ مَا بَيْنَهُنَّ إِذَا اجْتَنَبَ الْكَبَائِرَ

“Shalat lima waktu. Ibadah Jum’at yang satu dengan ibadah jum’at berikutnya. Puasa Ramadhan yang satu dengan puasa Ramadhan berikutnya. Itu semua merupakan penghapus dosa antara keduanya, selama dosa-dosa besar dijauhi.” (HR. Muslim [233])

Di dalam kitab Shahihnya, Bukhari membuat sebuah bab yang berjudul ‘Shalat lima waktu sebagai penghapus dosa’ kemudian beliau menyebutkan hadits yang senada, dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu Nabi bersabda,

أَرَأَيْتُمْ لَوْ أَنَّ نَهَرًا بِبَابِ أَحَدِكُمْ يَغْتَسِلُ فِيهِ كُلَّ يَوْمٍ خَمْسًا مَا تَقُولُ ذَلِكَ يُبْقِي مِنْ دَرَنِهِ قَالُوا لَا يُبْقِي مِنْ دَرَنِهِ شَيْئًا قَالَ فَذَلِكَ مِثْلُ الصَّلَوَاتِ الْخَمْسِ يَمْحُو اللَّهُ بِهِ الْخَطَايَا

“Bagaimana menurut kalian kalau seandainya ada sebuah sungai di depan pintu rumah kalian dan dia mandi di sana sehari lima kali. Apakah masih ada sisa kotoran yang ditinggalkan olehnya?” Para sahabat menjawab, “Tentu saja tidak ada lagi kotoran yang masih ditingalkan olehnya.” Maka beliau bersabda, “Demikian itulah perumpamaan shalat lima waktu dapat menghapuskan dosa-dosa.” (HR. Bukhari [528] dan Muslim [667])

Ibnu Hajar mengatakan, “Zahir hadits ini menunjukkan bahwa yang dimaksud dengan dosa-dosa di sini lebih luas daripada dosa kecil maupun dosa besar. Akan tetapi Ibnu Baththal mengatakan, ‘Dari hadits ini diambil kesimpulan bahwa yang dimaksudkan adalah khusus dosa-dosa kecil saja, sebab Nabi menyerupakan dosa itu dengan kotoran yang menempel di tubuh. Sedangkan kotoran yang menempel di tubuh jelas lebih kecil ukurannya dibandingkan dengan bekas luka ataupun kotoran-kotoran manusia.’”

Meskipun demikian, Ibnu Hajar membantah ucapan Ibnu Baththal ini dengan menyatakan bahwa yang dimaksud oleh hadits bukanlah kotoran ringan yang sekedar menempel di badan, namun yang dimaksudkan adalah kotoran berat yang benar-benar sudah melekat di badan. Penafsiran ini didukung oleh bunyi riwayat lainnya yang dibawakan oleh Al-Bazzar dan Ath-Thabrani dari hadits Abu Sa’id Al-Khudri dengan sanad la ba’sa bihi yang secara tegas menyebutkan hal itu.

Oleh sebab itulah Al-Qurthubi mengatakan, “Zahir hadits ini menunjukkan bahwa melakukan shalat lima waktu itulah yang menjadi sebab terhapusnya dosa-dosa, akan tetapi makna ini janggal. Namun terdapat hadits lain yang diriwayatkan sebelumnya oleh Muslim dari penuturan Al-Alla’ dari Abu Hurairah secara marfu’ Nabi bersabda, ‘Shalat yang lima waktu adalah penghapus dosa di antara shalat-shalat tersebut selama dosa-dosa besar dijauhi.’ Berdasarkan dalil yang muqayyad (khusus) ini maka hadits lain yang muthlaq (umum) harus diartikan kepada makna ini.” (lihat Fath Al-Bari, 2/15)

Hadits-hadits yang menyebutkan tentang penghapusan dosa karena amal kebaikan di atas sesuai dengan kandungan firman Allah ta’ala,

إِنَّ الْحَسَنَاتِ يُذْهِبْنَ السَّيِّئَاتِ

“Sesungguhnya amal-amal kebaikan itu akan menghapuskan dosa-dosa.” (Qs. Huud [11]: 114)

Ibnu Katsir mengatakan, “Allah menyatakan bahwa mengerjakan amal-amal kebaikan akan dapat menghapuskan dosa-dosa di masa silam…” (Tafsir Al-Qur’an Al-’Azhim, 4/247). Syaikh As-Sa’di menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan dosa-dosa di dalam ayat di atas adalah dosa-dosa kecil (Taisir Al-Karim Ar-Rahman, hal. 391)

Sebagaimana Allah juga menjadikan tindakan menjauhi dosa-dosa besar sebagai sebab dihapuskannya dosa-dosa kecil. Allah berfirman,

إِنْ تَجْتَنِبُوا كَبَائِرَ مَا تُنْهَوْنَ عَنْهُ نُكَفِّرْ عَنْكُمْ سَيِّئَاتِكُمْ وَنُدْخِلْكُمْ مُدْخَلًا كَرِيمًا

“Jika kalian menjauhi dosa-dosa besar yang dilarang kepada kalian niscaya Kami akan menghapuskan dosa-dosa kecil kalian dan Kami akan memasukkan kalian ke dalam tempat yang mulia (surga).” (Qs. An-Nisaa’ [4]: 31)

Syaikh As-Sa’di menjelaskan bahwa definisi yang paling tepat untuk dosa besar adalah segala bentuk pelanggaran yang diberi ancaman hukuman khusus (hadd) di dunia atau ancaman hukuman tertentu di akhirat atau ditiadakan status keimanannya atau timbulnya laknat karenanya atau Allah murka kepadanya (Taisir Al-Karim Ar-Rahman, hal. 176).

Ali bin Abi Thalhah meriwayatkan ucapan Ibnu Abbas mengenai firman Allah di atas. Ibnu Abbas mengatakan, “Dosa besar adalah segala bentuk dosa yang berujung dengan ancaman neraka, kemurkaan, laknat, atau adzab.” (HR. Ibnu Jarir, disebutkan Ibnu Katsir dalam tafsirnya, 2/202)

Ibnu Abi Hatim menuturkan: Abu Zur’ah menuturkan kepada kami: Utsman bin Syaibah menuturkan kepada kami: Jarir menuturkan kepada kami riwayat dari Mughirah. Dia (Mughirah) mengatakan, “Tindakan mencela Abu Bakar dan Umar radhiyallahu’anhuma juga termasuk dosa besar.” Ibnu Katsir mengatakan, “Sekelompok ulama bahkan berpendapat kafirnya orang yang mencela Sahabat, ini merupakan pendapat yang diriwayatkan dari Malik bin Anas rahimahullah.” Muhammad bin Sirin mengatakan, “Aku tidaklah mengira bahwa ada seorang pun yang menjatuhkan nama Abu Bakar dan Umar sementara dia adalah orang yang mencintai Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.” (Diriwayatkan oleh At-Tirmidzi). (lihat keterangan ini dalam Tafsir Al-Qur’an Al-’Azhim, 2/203)

Qatadah mengatakan tentang makna ayat di atas, “Allah hanya menjanjikan ampunan bagi orang yang menjauhi dosa-dosa besar.” (Tafsir Al-Qur’an Al-’Azhim, 2/203)
Termasuk bagian dari menjauhi dosa besar ialah dengan senantiasa menunaikan kewajiban yang apabila ditinggalkan maka pelakunya terjerumus dalam dosa besar seperti halnya meninggalkan shalat, meninggalkan shalat Jum’at, atau meninggalkan puasa Ramadhan (Taisir Al-Karim Ar-Rahman, hal. 176)

Memasukkan ke Dalam Surga

Thalhah bin Ubaidillah radhiyallahu’anhu menceritakan bahwa suatu ketika ada seorang lelaki badui datang menemui Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam keadaan rambutnya acak-acakan. Dia mengatakan,

“Wahai Rasulullah. Beritahukan kepadaku tentang shalat yang Allah wajibkan untuk kukerjakan?”

Beliau menjawab,“Shalat lima waktu, kecuali kalau kamu mau menambahnya dengan shalat sunnah.”

Lalu dia berkata,“Beritahukan kepadaku puasa yang Allah wajibkan untukku?”

Beliau menjawab,“Puasa di bulan Ramadhan, kecuali kalau kamu mau menambah dengan puasa sunnah.”

Lalu dia berkata,“Beritahukan kepadaku zakat yang Allah wajibkan untukku.”

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pun memberitahukan kepadanya syari’at-syari’at Islam. Orang itu lalu mengatakan, “Demi Dzat yang telah memuliakan anda dengan kebenaran. Aku tidak akan menambah sama sekali, dan aku juga tidak akan menguranginya barang sedikitpun dari kewajiban yang Allah bebankan kepadaku.”

Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pun bersabda,“Dia beruntung jika dia memang jujur.”

Atau beliau mengatakan,“Dia akan masuk surga jika dia benar-benar jujur/konsekuen dengan ucapannya itu.” (HR. Bukhari [46, 1891, 2678, dan 9656] dan Muslim [11]).

Membentengi Pelakunya Dari Perbuatan Buruk

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

الصِّيَامُ جُنَّةٌ فَلَا يَرْفُثْ وَلَا يَجْهَلْ وَإِنْ امْرُؤٌ قَاتَلَهُ أَوْ شَاتَمَهُ فَلْيَقُلْ إِنِّي صَائِمٌ مَرَّتَيْنِ وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ لَخُلُوفُ فَمِ الصَّائِمِ أَطْيَبُ عِنْدَ اللَّهِ تَعَالَى مِنْ رِيحِ الْمِسْكِ يَتْرُكُ طَعَامَهُ وَشَرَابَهُ وَشَهْوَتَهُ مِنْ أَجْلِي الصِّيَامُ لِي وَأَنَا أَجْزِي بِهِ وَالْحَسَنَةُ بِعَشْرِ أَمْثَالِهَا

“Puasa adalah perisai, maka janganlah dia berkata kotor dan bertindak dungu. Kalau pun ada orang yang mencela atau mencaci maki dirinya hendaknya dia katakan kepadanya, “Aku sedang puasa.” Dua kali. Demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, sungguh bau mulut orang yang berpuasa lebih wangi di sisi Allah daripada harumnya minyak kasturi. (Allah berfirman) ‘Dia rela meninggalkan makanannya, minumannya, dan keinginan nafsunya karena Aku. Puasa itu untuk-Ku, dan Aku sendiri yang akan membalasnya.’ Setiap kebaikan itu pasti dilipatgandakan sepuluh kalinya.” (HR. Bukhari [1894] dari sahabat Abu Hurairah radhiyallahu’anhu)

Yang dimaksud dengan kata-kata kotor (rofats) di dalam hadits ini adalah ucapan yang keji. Kata rofats juga terkadang dimaksudkan untuk menyebut jima’ beserta pengantar-pengantarnya. Atau bisa juga maknanya lebih luas daripada itu semua (Fath Al-Bari, 4/123)

Al-Qurthubi menjelaskan bahwa ini bukan berarti di selain waktu puasa orang boleh mengucapkan kata-kata kotor. Hanya saja ketika sedang berpuasa maka larangan terhadap hal itu semakin keras dan semakin tegas (Fath Al-Bari, 4/124)

Kata rofats dengan makna jima’ bisa dilihat dalam ayat,

أُحِلَّ لَكُمْ لَيْلَةَ الصِّيَامِ الرَّفَثُ إِلَى نِسَائِكُمْ

“Dihalalkan untuk kalian pada malam (bulan) puasa melakukan rafats (jima’) kepada isteri-isteri kalian.” (Qs. Al-Baqarah [2] : 187)

Ibnu Katsir menjelaskan bahwa kata rofats di dalam ayat ini maksudnya adalah jima’. Inilah tafsiran Ibnu Abbas, Atha’, Mujahid, Sa’id bin Jubair, Thawus, Salim bin Abdullah, Amr bin Dinar, Al-Hasan, Qatadah, Az-Zuhri, Adh-Dhahhaak, Ibrahim An-Nakha’i, As-Suddi, Atha’ Al-Khurasani, dan Muqatil bin Hayan (lihat Tafsir Al-Qur’an Al-’Azhim, 1/286)

Dan yang dimaksud dengan bau mulut -orang yang puasa- tersebut adalah bau mulut yang timbul akibat berpuasa, bukan karena sebab yang lain (Fath Al-Bari, 4/125).

Sedangkan yang dimaksud dengan ‘keinginan nafsunya’ di dalam hadits ini adalah hasrat untuk berjima’, sebab penyebutannya digandengkan dengan makan dan minum (Fath Al-Bari, 4/126)
Sebuah Pintu Khusus di Surga

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِنَّ فِي الْجَنَّةِ بَابًا يُقَالُ لَهُ الرَّيَّانُ يَدْخُلُ مِنْهُ الصَّائِمُونَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ لَا يَدْخُلُ مِنْهُ أَحَدٌ غَيْرُهُمْ يُقَالُ أَيْنَ الصَّائِمُونَ فَيَقُومُونَ لَا يَدْخُلُ مِنْهُ أَحَدٌ غَيْرُهُمْ فَإِذَا دَخَلُوا أُغْلِقَ فَلَمْ يَدْخُلْ مِنْهُ أَحَدٌ

“Sesungguhnya di dalam Surga terdapat sebuah pintu yang disebut Ar-Royyan. Orang-orang yang rajin berpuasa akan masuk Surga melewatinya pada hari kiamat nanti. Tidak ada orang yang memasukinya selain mereka. Diserukan kepada mereka, ‘Manakah orang-orang yang rajin berpuasa?’ Maka merekapun bangkit. Tidak ada yang masuk melewati pintu itu selain golongan mereka. Dan kalau mereka semua sudah masuk maka pintu itu dikunci sehingga tidak ada lagi seorangpun yang bisa melaluinya…” (HR. Bukhari [1896] dari Sahl radhiyallahu’anhu)

Yang dimaksud dalam hadits dengan orang yang rajin puasa bukanlah orang yang hanya mengerjakan puasa dan tidak mengerjakan shalat, sebab orang seperti ini tidak akan masuk surga akibat kekafirannya (meninggalkan shalat, pen). Akan tetapi yang dimaksud adalah kaum muslimin yang banyak-banyak berpuasa maka dia akan dipanggil agar melalui pintu tersebut. Sehingga setiap penghuni surga akan memasuki surga melalui pintu-pintunya yang berjumlah delapan (lihat Syarh Riyadhush Shalihin oleh Ibnu Utsaimin, 3/388-389)

Masing-masing pintu di surga memiliki kekhususan. Hal itu sebagaimana dikabarkan oleh Nabi dalam haditsnya,

مَنْ أَنْفَقَ زَوْجَيْنِ فِي سَبِيلِ اللَّهِ نُودِيَ مِنْ أَبْوَابِ الْجَنَّةِ يَا عَبْدَ اللَّهِ هَذَا خَيْرٌ فَمَنْ كَانَ مِنْ أَهْلِ الصَّلَاةِ دُعِيَ مِنْ بَابِ الصَّلَاةِ وَمَنْ كَانَ مِنْ أَهْلِ الْجِهَادِ دُعِيَ مِنْ بَابِ الْجِهَادِ وَمَنْ كَانَ مِنْ أَهْلِ الصِّيَامِ دُعِيَ مِنْ بَابِ الرَّيَّانِ وَمَنْ كَانَ مِنْ أَهْلِ الصَّدَقَةِ دُعِيَ مِنْ بَابِ الصَّدَقَةِ فَقَالَ أَبُو بَكْرٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ بِأَبِي أَنْتَ وَأُمِّي يَا رَسُولَ اللَّهِ مَا عَلَى مَنْ دُعِيَ مِنْ تِلْكَ الْأَبْوَابِ مِنْ ضَرُورَةٍ فَهَلْ يُدْعَى أَحَدٌ مِنْ تِلْكَ الْأَبْوَابِ كُلِّهَا قَالَ نَعَمْ وَأَرْجُو أَنْ تَكُونَ مِنْهُم

“Barangsiapa yang berinfak dengan sepasang hartanya di jalan Allah maka ia akan dipanggil dari pintu-pintu surga, ‘Hai hamba Allah, inilah kebaikan.’ Maka orang yang termasuk golongan ahli shalat maka ia akan dipanggil dari pintu shalat. Orang yang termasuk golongan ahli jihad akan dipanggil dari pintu jihad. Orang yang termasuk golongan ahli puasa akan dipanggil dari pintu Ar-Royyan. Dan orang yang termasuk golongan ahli sedekah akan dipanggil dari pintu sedekah.”
Ketika mendengar hadits ini Abu Bakar pun bertanya, “Ayah dan ibuku sebagai penebus anda wahai Rasulullah. Apa lagi yang akan dicari oleh orang yang dipanggil dari pintu-pintu itu, mungkinkah ada orang yang dipanggil dari semua pintu tersebut?” Maka beliau pun menjawab, “Iya ada. Dan aku berharap kamu termasuk golongan mereka.” (HR. Bukhari [1897 dan 3666] dari sahabat Abu Hurairah radhiyallahu’anhu)

Al-Qadhi menukil ucapan Al-Harawi ketika menerangkan makna ’sepasang hartanya’: Ada yang berpendapat bahwa yang dimaksud dengan ’sepasang harta’ adalah dua ekor kuda, dua orang budak, atau dua ekor onta (Al-Minhaj oleh An-Nawawi, 4/351). Sedangkan yang dimaksud dengan berinfak di jalan Allah dalam hadits ini mencakup berinfak untuk segala bentuk amal kebaikan, bukan khusus untuk jihad saja (Al-Minhaj, 4/352).

Hadits ini juga menunjukkan bahwa setiap orang yang beramal akan dipanggil dari pintunya masing-masing. Hal ini didukung dengan hadits dari jalur lain juga dari Abu Hurairah yang mengungkapkannya secara tegas, Nabi bersabda,

لِكُلِّ عَامِل بَاب مِنْ أَبْوَاب الْجَنَّة يُدْعَى مِنْهُ بِذَلِكَ الْعَمَل

“Bagi setiap orang yang beramal terdapat sebuah pintu khusus di surga yang dia akan dipanggil melalui pintu tersebut karena amal yang telah dilakukannya.” (HR. Ahmad dan Ibnu Abi Syaibah dengan sanad sahih, demikian kata Al-Hafizh dalam Fath Al-Bari, 7/30)

Hadits ini juga menunjukkan betapa mulia kedudukan Abu Bakar radhiyallahu’anhu. Sebab Nabi mengatakan di akhir hadits ini, “Dan aku berharap kamu termasuk golongan mereka -yaitu orang yang dipanggil dari semua pintu surga-.” Para ulama mengatakan bahwa harapan dari Allah atau Nabi-Nya pasti terjadi. Dengan pernyataan ini maka hadits di atas termasuk kategori hadits yang menunjukkan keutamaan Abu Bakar radhiyallahu’anhu. Hadits ini juga menunjukkan bahwa betapa sedikit orang yang bisa mengumpulkan berbagai amal kebaikan di dalam dirinya (Fath Al-Bari, 7/31).

Abu Bakar adalah orang yang memiliki berbagai bentuk amal shalih dan ketaatan. Hal itu terbukti sebagaimana disebutkan dalam hadits berikut.

قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ أَصْبَحَ مِنْكُمْ الْيَوْمَ صَائِمًا قَالَ أَبُو بَكْرٍ أَنَا قَالَ فَمَنْ تَبِعَ مِنْكُمْ الْيَوْمَ جَنَازَةً قَالَ أَبُو بَكْرٍ أَنَا قَالَ فَمَنْ أَطْعَمَ مِنْكُمْ الْيَوْمَ مِسْكِينًا قَالَ أَبُو بَكْرٍ أَنَا قَالَ فَمَنْ عَادَ مِنْكُمْ الْيَوْمَ مَرِيضًا قَالَ أَبُو بَكْرٍ أَنَا فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَا اجْتَمَعْنَ فِي امْرِئٍ إِلَّا دَخَلَ الْجَنَّةَ


Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya (kepada para sahabat), “Siapakah di antara kalian yang pada hari ini berpuasa?”. Abu Bakar berkata, “Saya.” Beliau bertanya lagi, “Siapakah di antara kalian yang hari ini sudah mengiringi jenazah?” Maka Abu Bakar berkata, “Saya.” Beliau kembali bertanya, “Siapakah di antara kalian yang hari ini memberi makan orang miskin?”. Maka Abu Bakar mengatakan, “Saya.” Lalu beliau bertanya lagi, “Siapakah di antara kalian yang hari ini sudah mengunjungi orang sakit.” Abu Bakar kembali mengatakan, “Saya.” Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pun bersabda, “Tidaklah ciri-ciri itu terkumpul pada diri seseorang melainkan dia pasti akan masuk surga.” (HR. Muslim [1027 dan 1028] dari sahabat Abu Hurairah radhiyallahu’anhu)

Abu Bakar Al-Muzani berkomentar tentang sahabat Abu Bakar Ash-Shiddiq radhiyallahu’anhu, “Tidaklah Abu Bakar itu melampaui para sahabat Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam (semata-mata) karena (banyaknya) mengerjakan puasa atau sholat, akan tetapi karena sesuatu yang bersemayam di dalam hatinya.” Mengomentari ucapan Al-Muzani tersebut, Ibnu ‘Aliyah mengatakan, “Sesuatu yang bersemayam di dalam hatinya adalah rasa cinta kepada Allah ‘azza wa jalla dan sikap nasihat terhadap (sesama) makhluk-Nya.” (Jami’ Al-’Ulum wa Al-Hikam oleh Ibnu Rajab, hal. 102)

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

أَلَا وَإِنَّ فِي الْجَسَدِ مُضْغَةً إِذَا صَلَحَتْ صَلَحَ الْجَسَدُ كُلُّهُ وَإِذَا فَسَدَتْ فَسَدَ الْجَسَدُ كُلُّهُ أَلَا وَهِيَ الْقَلْبُ

“Ketahuilah, sesungguhnya di dalam tubuh terdapat segumpal daging. Apabila ia baik, akan baiklah seluruh anggota tubuh. Dan apabila ia rusak, rusaklah seluruh anggota tubuh. Ketahuilah, bahwa segumpal daging itu adalah jantung.” (HR. Bukhari [52] dan Muslim [1599] dari sahabat An-Nu’man bin Basyir radhiyallahu’anhuma)

Ibnu Rajab Al-Hanbali mengatakan, “Di dalam hadits ini terdapat isyarat yang menunjukkan bahwa kebaikan gerak-gerik anggota badan manusia, kemauan dirinya untuk menjauhi perkara-perkara yang diharamkan, kesanggupannya meninggalkan hal-hal yang berbau syubhat (ketidakjelasan) adalah sangat tergantung pada gerak-gerik hatinya. Apabila hatinya bersih, yaitu tatkala di dalamnya tidak ada selain kecintaan kepada Allah dan kecintaan terhadap apa-apa yang dicintai Allah, rasa takut kepada Allah dan khawatir terjerumus dalam hal-hal yang dibenci-Nya, maka niscaya akan menjadi baik pula gerak-gerik seluruh anggota badannya. Dari sanalah tumbuh sikap menjauhi segala macam keharaman dan sikap menjaga diri dari perkara-perkara syubhat untuk menghindarkan diri dari hal-hal yang diharamkan…” (Jami’ Al-’Ulum wa Al-Hikam, hal. 93)

An-Nawawi mengatakan, “Hadits ini menunjukkan penegasan agar bersungguh-sungguh dalam upaya memperbaiki hati dan menjaganya dari kerusakan.” (Al-Minhaj, 6/108)

Syaikh Ibnu Utsaimin mengatakan bahwa salah satu pelajaran penting yang bisa dipetik dari hadits di atas adalah, “Poros baik dan rusaknya (amalan) adalah bersumber dari hati. Apabila hatinya baik maka seluruh tubuh juga akan baik. Dan jika ia rusak, maka seluruh anggota tubuh akan ikut rusak.
Dari faidah ini muncul perkara yang lain yaitu : sudah semestinya memperhatikan masalah hati lebih daripada perhatian terhadap masalah amal anggota badan. Sebab hati adalah poros amalan. Dan hati itulah yang nanti pada hari kiamat akan menjadi objek utama ujian yang ditujukan kepada manusia. Hal itu sebagaimana firman Allah ta’ala (yang artinya), “Apakah mereka tidak mengetahui ketika mayat yang ada di dalam kubur dibangkitkan dan dikeluarkan apa-apa yang tersembunyi di dalam dada.” (Qs. Al-’Adiyat: 9-10).
Allah ta’ala juga berfirman (yang artinya), “Sesungguhnya Dia Maha Kuasa untuk mengembalikannya. Pada hari itu akan diuji perkara-perkara yang tersembunyi (di dalam hati).” (Qs. Ath-Thariq: 8-9).
Maka sucikanlah hatimu dari kesyirikan, kebid’ahan, dengki dan perasaan benci kepada kaum muslimin, serta (bersihkanlah hatimu) dari akhlak-akhlak dan keyakinan lainnya yang bertentangan dengan syari’at, karena yang menjadi pokok segala urusan adalah hati.” (Syarh Arba’in, hal. 113)

Beliau juga mengatakan, “Apabila Allah di dalam kitab-Nya, serta Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam di dalam Sunnahnya juga telah menegaskan agar memperbaiki niat, maka wajib bagi setiap manusia untuk memperbaiki niatnya dan memperhatikan adanya keragu-raguan yang tertanam di dalam hatinya untuk kemudian dilenyapkan olehnya menuju keyakinan. Lantas bagaimanakah caranya?”

Beliau melanjutkan, “Hal itu dapat ditempuh dengan cara memperhatikan ayat-ayat. Allah ‘azza wa jalla berfirman (yang artinya), “Sesungguhnya di dalam penciptaan langit dan bumi serta pergantian siang dan malam sungguh-sungguh terdapat tanda-tanda kebesaran Allah bagi orang-orang yang menggunakan akal pikiran.” (Qs. Ali ‘Imran: 190).
Allah juga berfirman (yang artinya), “Sesungguhnya di langit dan di bumi benar-benar terdapat tanda-tanda kebesaran Allah bagi orang-orang yang beriman, begitu juga dalam penciptaan diri kalian dan hewan-hewan melata yang bertebaran adalah tanda kebesaran Allah bagi orang-orang yang yakin.” (Qs. Al-Jatsiyah: 4).
Maka silakan anda perhatikan ayat-ayat Allah yang lain.”

“Kemudian apabila syaitan membisikkan di dalam hati anda keragu-raguan, perhatikanlah ayat-ayat Allah, perhatikan alam semesta ini siapakah yang telah mengaturnya, perhatikanlah bagaimana keadaan bisa berubah-ubah, bagaimana Allah mempergilirkan perjalanan hari di antara umat manusia sampai anda benar-benar yakin bahwa alam ini memiliki pengatur yang maha bijaksana (yaitu Allah) ‘azza wa jalla…” (Syarh Riyadhush Shalihin, 1/41)
***
Penulis: Abu Mushlih Ari Wahyudi
Artikel http://muslim.or.id/fiqh-dan-muamalah/keagungan-puasa-ramadhan.html


Baca selengkapnya...

Fathul Baari jilid 1

Harga: Rp83.000,00
Pengarang: Ibnu Hajar al-Asqalani
Penerbit: PUSTAKA AZZAM
Berat: 0,8 kg

Deskripsi:
Hadits (sunnah) dalam agama Islam merupakan sumber syariat yang kedua setelah Al Quran. Dalam hal ini fungsi Sunnah adalah untuk menguatkan apa yang ada dalam Al Quran, menjelaskan apa yang ada dalam Al Quran dan menerangkan hukum-hukum yang tidak tersebut dalam Al Quran. Begitulah urgensi sunnah dalam syariat Islam, sehingga penulis umat Islam berkewajiban untuk mengetahui, mempelajari dan mendalaminya. Hal itu telah diperintahkan oleh Allah dalam firman-Nya:Barangsiapa yang menaati Rasul, maka sesungguhnya ia telah menaati Allah. (Qs. An-Nisaa (4): 80) dan firman-Nya pula, Apa yang diperintahkan Rasul kepadamu ambillah, dan apa yang dilarangnya hentikanlah.(Qs. Al Hasyr (59): 7). Untuk itu sangat penting kiranya upaya untuk menerjemahkan buku-buku hadits, khususnya buku hadits yang telah diakui oleh para ulama akan keabsahan dan keotentikannya, terutama Shahih Bukhari dan Shahih Muslim. Adapun buku yang ada di hadapan pembaca ini, adalah terjemahan buku Fathul Baari syarah hadits Shahih Bukhari, karangan Al Imam Al Hafizh Ibnu Hajar Al Asqalani. Perlu penulis beritahukan bahwa dalam terjemahan ini tidak semua isi buku ditulis sesuai dengan buku aslinya, diantaranya:1.Sanad Hadits (perawi) hanya ditulis nama perawi yang awal (sahabat) sebelum Rasulullah shalallahu alaihi wassalam 2.Tinjauan Nahwu (gramatikal), kecuali yang berkaitan dengan matan hadits. Hal itu karena penulis lebih menfokuskan pada syarah (keterangan) matan hadits, supaya isi hadits dapat dipahami dengan mudah, utuh dan jelas. Disamping itu, pembahasan mengenai sanad hadits Bukhari secara panjang lebar dapat mempersulit dan membingungkan pemahaman orang yang belum begitu mengenai ilmu musthalahul hadits. Sementara bagi yang sudah mempelajari dan ingin mengetahui lebih dalam, dapat merujuk kepada buku aslinya.


Baca selengkapnya...

Cara belanja

1. Kirimkan nama, alamat lengkap pengiriman, dan judul-judul buku yang anda inginkan melalui :

E-mail = kutubmuslim@yahoo.co.id
sms = 08125467414

2. Tunggu konfirmasi dari kami tentang ketersediaan buku, harga, dan ongkos kirimnya

3. Jika sudah ada konfirmasi dari kami silakan melakukan pembayaran melalui

Bank BCA cabang Cirebon no rek 8180073320 atas nama Suhari
Bank Mandiri cabang Cirebon no rek 1340005078349 atas nama Suhari

4. Selanjutnya silakan melakukan konfirmasi pembayaran melalui e-mail atau sms dengan mencantumkan nama, jumlah, dan bank anda

5. Jika pembayaran sudah kami terima kami akan mengirimkan barangnya segera

Tambahan:
* Buku yang ada dalam posting kami tidak semuanya tersedia.
* Kami akan mencarikan buku yang anda inginkan jika anda berkenan menunggu.

Selamat berbelanja...

Baca selengkapnya...

Al Mughni jilid 2

Harga: Rp127.000,00
Pengarang: Ibnu Qudamah
Penerbit: PUSTAKA AZZAM
Berat: 1,1 kg

Baca selengkapnya...

Al-Masail jilid 1

Harga: Rp69.000,00
Pengarang: Abdul Hakim bin Amir Abdat
Penerbit: DARUS SUNNAH PRESS
Berat: 0,6 kg

Baca selengkapnya...

Dosa-dosa Dianggap Biasa

Harga: Rp14.000,00
Pengarang: Syaikh Muhammad Shalih al-Munajid
Penerbit: PUSTAKA DARUL HAQ
Berat: 0,1 kg

Baca selengkapnya...

Doa Wirid Hisnul Muslim (Lux)

Harga: Rp14.000,00
Pengarang: Syaikh Dr. Said bin Ali bin Wahf al-Qohthoni
Penerbit: PUSTAKA AT-TIBYAN
Berat: 0,1 kg

Baca selengkapnya...

6 Pilar Utama Dakwah Salafiyah

Harga: Rp40.000,00
Pengarang: Syaikh Abdul Malik bin Ahmad Ramadhani
Penerbit: PUSTAKA IMAM SYAFII
Berat: 0,4 kg

Baca selengkapnya...

Kebangkitan Paham Abu Jahal

Harga: Rp40.000,00
Pengarang: Muhammad Arifin bin Badri M.A
Penerbit: PUSTAKA DARUL ILMI
Berat: 0,4 kg

Deskripsi:
Pertarungan antara kebenaran melawan kebatilan, antara orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari akhir melawan para pengikut Iblis dan antek-anteknya tidak mengenal waktu dan tempat, sehingga negeri kita Indonesia tidak dapat luput darinya. Sejarah per-jalanan dan perjuangan kaum muslimin di Indonesia sejak dahulu kala hingga saat ini senantiasa diwarnai dengan adanya pertarungan-pertarungan semacam ini. Dahulu kaum muslimin bangsa Indonesia berperang melalui antek-antek para penjajah yang menjajakan agama mereka, dan setelah bangsa kita merdeka Iblis pun tidak putus asa untuk melancar-kan permusuhannya. Melalui berbagai perangkapnya ia memperdaya para pemujanya untuk memusuhi kebenaran dan pengikutnya. Di antara makar yang sedang marak -walau sudah usang- ialah apa yang disebut dengan ajaran JIL (Jaringan Islam Liberal), dengan koordinatornya yang bernama Ulil Abshar Abdallah (selanjutnya disingkat menjadi: UAA). UAA mempropagandakan makar usang ini dengan mengesankannya sebagai upaya ''Menyegarkan Kembali Pemahaman Islam''.Ini adalah salah satu upaya yang ia tempuh guna mengelabui sebagian kaum muslimin yang lugu, dan kurang mengenal akan agamanya sendiri, yaitu agama Islam. Dan untuk sedikit membuktikan bahwa misi yang sedang ia pikul dengan segala pengorbanannya adalah misi yang telah usang, saya mengajak para pembaca untuk membandingkan antara ucapannya berikut ini: ''Pandangan bahwa syariat adalah suatu ''paket lengkap'' yang sudah jadi, suatu resep dari Tuhan untuk menyelesaikan masalah di segala zaman, adalah wujud ketidaktahuan dan ketidak mampuan memahami sunnah Tuhan itu sendiri. Mengajukan syariat Islam sebagai solusi atas semua masalah adalah salah satu bentuk kemalasan berpikir atau lebih parah lagi, merupakan cara untuk lari dari masalah, sebentuk eskapisme, inilah yang menjadi sumber kemunduran umat Islam di mana-mana''. Bandingkan ucapannya ini dengan ucapan Abu Jahal dan kawan-kawannya ketika dijanjikan oleh Rasulullah shalallahu alaihi wa salam akan menjadi pemimpin bangsa Arab dan juga selainnya (bangsa 'ajam/non Arab) bila mereka mengikrarkan ucapan syahadat (La ilaha illallah)

Baca selengkapnya...

Indahnya Fiqih Praktis Makanan

Harga: Rp20.000,00
Pengarang: Abu Ubaidah Yusuf bin Mukhtar as-Sidawi
Penerbit: PUSTAKA AL-FURQON
Berat: 0,3 kg



Deskripsi:
SEBAGAIMANA dimaklumi bersama bahwa makanan mempunyai pengaruh yang dominan bagi orang yang memakannya. Artinya, makanan yang halal, bersih, dan baik akan membentuk jiwa yang suci dan jasmani yang sehat. Sebaliknya, makanan yang haram akan membentuk jiwa yang keji dan hewani. Oleh karena itulah, Islam memerintahkan kepada pemeluknya untuk memilih makanan yang halal serta menjauhi makanan yang haram. Akan tetapi betapa banyak kita jumpai manusia zaman sekarang yang mengikuti arus hawa nafsu dengan mencari ketergelinciran ulama. Mereka mencari pembenaran, dan bukannya kebenaran. Dalam masalah hukum memakan daging binatang buas. misalnya, apakah hukumnya haram ataukah boleh, masih ada sebagian dai kondang yang mengatakan, Haditsnya hanya Ahad. Ada kesalahan pada perawinya. Pesan saya kepada juru dakwah yang mau pergi ke Korea agar jangan menfatwakan tentang haramnya daging anjing karena penduduk di sana biasa memakannya. Ada juga yang mengatakan, Hukumnya boleh, dan cuma makruh, ditinggalkan dapat pahala, dilakukan juga tidak berdosa. Dan banyak lagi komentar lainnya. Perlu menjadi catatan kita bersama, bahwa tidak semua pendapat yang dinisbatkan kepada suatu madzhab atau seorang alim berarti pasti shahih, bahkan tak jarang penisbatan tersebut hanyalah anggapan semata. Dengan bertawakal kepada Allah buku ini hadir dengan bahasa yang mudah, padat, dan praktis dalam mengupas masalah-masalah : pengaruh makanan pada pribadi manusia, baik dan tidaknya, terkabulnya doa, dan sebagainya, banyak kalangan masyarakat yang masih jahil tentang hukum-hukum makanan, adanya sebagian masyarakat yang mengikuti hawa nafsu dengan mencari-cari pendapat lemah seringnya pertanyaan dari masyarakat seputar makanan, mengetahui halal haram sangat penting bagi para pemilik produksi makanan. Kita berdoa kepada Allah agar menampakkan sinar kebenaran dalam hati kita semua dan memudahkan kite untuk mengikutinya.

Baca selengkapnya...

Shahih Fadilatul Amal 1

Harga: Rp105.000,00
Pengarang: Syaikh Ali bin Muhammad al-Maghribi
Penerbit: PUSTAKA TAZKIA
Berat: 1,1 kg

Baca selengkapnya...

Jadilah Mukmin Sejati

Harga: Rp36.000,00
Pengarang: Arif Fathul Ulum bin Ahmad Saifullah
Penerbit: MAJELIS ILMU PUBLISHING
Berat: 0,3 kg

Deskripsi:
..Ternyata, kaum muslimin zaman sekarang banyak yang menjadikan Islam sekadar formalitas belaka. Padahal untuk menjadi seorang muslim yang hakiki tidak cukup hanya dengan ucapan dan pengakuan semata. Ingatlah sosok Abdulloh bin Ubay bin Salul. Sedikitpun dia tidak merasakan manisnya Islam sekalipun lisannya mengaku muslim. Bagaimana dengan kualitas keislaman kita?... betapa banyak amalan yang tampaknya banyak dan berat, tetapi tidak bernilai di sisi Allah subhanahu wa ta ala. Apa sebabnya?... seperti halnya wudhu dan sholat bisa batal, syahadat dan keislaman kita pun bisa batal.Apakah yang bisa membatalkannya? ... ...jika disebut kata ''wali'', akan terbayang sosok yang hebat, bisa terbang, kebal senjata dan tahu perkara ghoib. Kalau mati kuburannya ramai diziarahi untuk mendapat berkahnya. Benarkah persepsi demikian? ...perdukunan ada di sekitar kita, korbannya pun dari banyak kalangan. Jalan pintas ini telah menyesatkan sekian banyak saudara kita. Sadarkah kita, orang-orang pintar itu adalah para dukun dan paranormal yang telah berserikat dengan setan... kebanyakan kaum muslimin masih rancu dalam memahami masalah tawassul. Banyak yang menganggap bolehnya bertawassul dengan Nabi gf| dan orang-orang sholih yang sudah meninggal dunia. Keadaan semakin diperparah tatkala orang-orang yang berpredikat ulama membawakan berbagai macam syubhat yang membolehkan segala macam tawassul... talbis (pencampuradukkan) antara yang haq dengan yang batil adalah senjata yang sering digunakan para pembela kebatilan. Karena itu, diperlukan penjelas yang bisa membedakan antara pemikiran yang menyimpang dengan yang lurus. Dibutuhkan penjelasan gamblang seputar pemikiran berbahaya yang mengancam keselamatan kaum muslimin agar diketahui dan dijauhi... Itulah sekelumit topik bahasan dari buku yang bersahaja ini, dan masih banyak pembahasan penting lainnya yang pasti anda butuhkan dan seharusnya anda ketahui. Selamat mengkaji, semoga bermanfaat dan jadilah MUSLIM SEJATI.

Baca selengkapnya...

Hakekat Tawadhu dan Sombong

Harga: Rp20.000,00
Pengarang: Syaikh Abu Usamah Salim bin Ied al-Hilali
Penerbit: PUSTAKA IMAM SYAFII
Berat: 0,1 kg

Deskripsi:
Seharusnya setiap muslim menghiasi diri dengan sifat tawadhu. Sebab kalau tidak, bisa dipastikan dia akan terjerumus ke dalam sifat takabur atau sombong yang, mengakibatkan ia terancam masuk Neraka, sebagaimana-sabda Rasulullah Shalallahu 'alaihi wassalam, ''Tidak masuk Surga orang yang di dalam hatinya ada kesombongan seberat-biji sawi'' (HR Muslim). Tawadhu' dan takabur adalah dua kata yang berlawanan arti, yang hanya dipisahkan oleh garis yang sangat tipis. Masing-masing,dari keduanya memiliki pintu-pintu yang dapat mengantarkan seseorang masuk ke dalamnya. Apabila seseorang telah masuk ke dalamnya, maka dia pun akan menjumpai tingkatan-tingkatannya mulai dari yang terendah hingga yang tertinggi. Tiap-tiap tingkatan menunjukkan besar kecilnya kerugian yang harus ditanggung atau keuntungan yang dapat diraih.Sekecil apa pun kesombongan, ia akan menimbulkan kerugian bagi pelakunya. Demikian pula sebaliknya, tawadhu' akan memberikan keuntungan bagi penyandangnya. Tahukah Anda apa pintu-pintu tawadhu' dan tingkatan-tingkatannya? Apa pula pintu-pintu takabur dan tingkatan-tingkatannya? Apa gerangan pula yang dijanjikan bagi orang yang melakukan salah satu darinya? Bacalah lembaran-lembaran yang ada di hadapan Anda ini, niscaya akan Anda dapatkan jawabannya. Selamat membaca

Baca selengkapnya...

Agar tidak Terjerimus dalam Perangkap Iblis-Jawaban Islam Terhadap Pergaulan Bebas

Harga: Rp15.000,00
Pengarang: Syaikh Nada Abu Ahmad
Penerbit: DAAR ANNABA
Berat: 0,2 kg

Deskripsi:
Istilah MBA (Married By Accident) mungkin sudah tidak asing lagi di telinga kita. Kalimat merdeka, bebas, tanpa batasan dan pengawasan, bukan barang langka dalam kehidupan kaum muslimin. Seruan emansipasi, hak asasi manusia/ liberalisasi/ dan seabrek istilah kebebasan yang lain kerap didengungkan oleh para penyerunya. Berbagai media baik cetak maupun elektronik juga tidak ingin ketinggalan dalam menyebarkan manuver-manuver dan virus-virus beracunnya, siapa yang menyangka kalau sasaran utamanya adalah kaum muslimin. Ibarat Serigala yang sudah kelaparan dan kehausan, kaum muslimin yang rendah akal dan agamanya menerima mentah-mentah, bahkan sampai ada yang berceloteh, ''Terserab loe mau bergaul sampe mana, asal limitnya adalah virgin lo''. Waiiyadzubillah. Ujung-ujungnya Islam dijadikan kambing hitam. Berbagai ungkapan sinis pun bermunculan Islam melanggar hak asasi manusia/ memperbudak kaum wanita, hukum Islam sudah kuno dan tidak relevan, berpegang teguh dengan agama hanyalah menyebabkan kemunduran, serta ungkapan-ungkapan sinis lainnya. Semua itu mereka lakukan demi tercapainya kepuasan nafsu hewani yang telah memperbudak jiwa fitrah mereka. Lantas apa jawaban Islam tentang Syaikh Nadaa Abu Ahmad melalui buku ''Khuthuratul Ikhtilath'' ini akan membuktikan kepada Anda betapa piciknya para penyeru kebebasan dan emansipasi, serla betapa rusaknya akibat kebebasan yang mereka serukan. Dan membuktikan kepada Anda bahwa Islam adalah satu-satunya agama yang akan menjamin kebahagiaan manusia yang sebenarnya dan menempatkan mereka pada martabat yang sangat mulia.Selamat menyimak...

Baca selengkapnya...